Kamis, 23 Juli 2009

Detoksifikasi Bukan Obat Mujarab Menyembuhkan Kecanduan Narkoba

ORANGTUA yang mempunyai anak terkena narkotika umumnya merasa bingung sehingga berupaya melakukan berbagai cara untuk menanggulanginya. Salah satunya adalah dengan menghilangkan pengaruh narkotika dalam tubuh melalui proses detoksifikasi. Masalahnya, setelah "racun" itu hilang, apakah masalahnya selesai? mUntuk sementara, mungkin bisa dikatakan demikian. Namun tanpa ada tindak lebih lanjut sulit mengharapkan pemakai narkotika akan sembuh. Persoalan yang dihadapi pecandu tak cuma masalah fisik, lebih penting lagi soal psikis dan sosial yang penanganannya memerlukan waktu cukup panjang.
Demikian menurut Direktur Program Terracotta, Faisal N Afdhal, mengenai penanganan korban narkotika. Dia mengaku merasa heran tentang masih banyaknya orangtua yang sangat tidak memahami penanganan korban narkotika.

"Kalau sekian tahun lalu, saya masih bisa paham. Tapi sekarang ini pun masih banyak orangtua yang mengandalkan penyembuhan dengan detoksifikasi," katanya. Seolah-olah detoksifikasi merupakan obat mujarab yang bisa menyembuhkan penyakit kecanduan narkotika.

Beberapa penderita kecanduan malah sampai berulang-ulang delapan kali detoksifikasi yang biayanya cukup mahal.

"Bahkan ada yang 12 kali," ujar Faisal. "Ini suatu bukti kalau pecandu akan kembali dan kembali mengonsumsi obat karena dorongan untuk ke situ memang besar," ujarnya.

Kecenderungan untuk mengonsumsi narkotika yang pernah dia pakai semakin besar terjadi pada mereka yang sudah memakai untuk waktu yang cukup lama. Detoksifikasi hanya membersihkan tubuh dari sisa-sisa pemakaian yang masih terdapat dalam darah. Sementara sugestinya yang terdapat dalam pikiran masih terus melekat.

Tanpa detoksifikasi

Meski demikian bukan berarti detoksifikasi tidak perlu. Namun detoksifikasi hanya merupakan proses awal yang seharusnya dilalui sebelum seorang pecandu bisa menjauhkan diri dari keinginan untuk mengonsumsi zat-zat adiktif.

Menurut Faisal, untuk menghilangkan sisa obat dalam darah sebenarnya bisa dihilangkan sendiri tanpa harus didetoksifikasi menginap di rumah sakit. Prosesnya memang tidak sehari atau dua hari dan korban cukup menderita ketika harus melalui proses ini. Diare, tulang terasa sakit luar biasa, merupakan akibat yang harus ditanggung ketika seorang pecandu ingin memutuskan diri dari obat-obat, narkotika yang biasa dikonsumsi.

"Kalau enggak tahan, dia bisa mengonsumsi zat-zat adiktif itu," ujar Faisal yang sejak tahun 1998 terus memperdalam metode therapeutic community sebagai upaya memulihkan dari kecanduan. Lewat program tertentu, therapeutic community antara lain berupaya menciptakan pematangan emosi.

Untuk memutuskannya dari obat, pecandu perlu seseorang yang diharapkan bisa mengimbangi saat dia menjalani masa penarikan diri dari obat. Mereka yang paling cocok untuk menemani adalah mereka yang pernah menjadi pecandu juga, sehingga bisa diharapkan bisa lebih memahami perasaan-perasaan dan penderitaan yang sedang dialami pecandu.

"Yang juga penting, selama masa itu tidak boleh ada barang (obat) di sekeliling, karena akan benar-benar menggoda," begitu menurut Faisal.

Berdasar pengalaman, hari ketiga merupakan hari terberat yang harus dilalui. Pada hari berikutnya atau hari kelima biasanya proses pembersihan sudah selesai. Secara fisik pecandu sudah tidak merasa sakit bila tak mengonsumsi narkotika.

Penyakit

Adiksi narkotika bagaimanapun merupakan suatu penyakit yang harus disembuhkan oleh yang bersangkutan dengan bantuan orang lain. Yang bersangkutan bisa jadi sangat ingin terbebas dari ketergantungan, namun dia tak berdaya.

Penyakit yang satu ini dikategorikan sebagai penyakit kronis, dalam arti mereka yang sudah mengalami adiksi tidak merasa apa-apa atau merasa normal seperti orang lain. Dia tetap melakukan aktivitas harian, bisa jalan-jalan, bisa sekolah, bahkan bisa bekerja seperti umumnya orang. Cuma saja dia merasa tidak bisa lepas dari obat.

Keadaan adiktif tidak tergantung pada berapa lama seseorang sudah mengonsumsi narkotika. Orang yang baru tiga atau empat kali mengonsumsi narkotika bisa disebut sudah adiktif manakala dia merasa tidak enak bila tak memakai obat.

Mereka yang sudah mengonsumsi narkotika sekian lama mengalami perubahan, bukan cuma pada fisik, tetapi juga psikis dan sosial. Karena itu banyak keluarga pecandu yang kewalahan menghadapi perilaku pecandu yang "aneh".

"Justru itu, setelah tubuhnya terbebas dari obat, sebenarnya masih ada hal lain yang masih tersisa, yakni pengaruhnya di bagian sistem saraf otak," jelas Faisal.

Makanya dalam banyak kasus, meski secara fisik seseorang sudah berhenti dan bersih dari narkotika, bukan tidak mungkin dia menderita paraniod dan skizoprenia. Penyakit jiwa ini terutama dialami oleh mereka yang relatif lama hidup bersama narkotika.

Yayasan Terracotta, salah satu dari belasan yayasan di Jakarta yang mengkhususkan diri pada penanganan korban narkotika, membagi program pada tiga tahap. Program pertama yang mereka sebut primary program berlangsung selama enam bulan, disusul dengan program berikutnya-re-entry-sekitar enam bulan juga.

Jika pada program pertama penekanannya adalah perbaikan diri dan perilaku, pada tahap berikutnya lebih diarahkan kepada resosialisasi.

"Prinsipnya program penyembuhannya bersifat holistik, meliputi juga manajemen emosional atau psikologikal," kata Faisal. "Bagaimanapun kebiasaan memakai narkotik selama bertahun-tahun membawa pengaruh pada perasaan atau emosi, pikiran, dan tingkah laku ke luar."

Setelah kedua program dilalui, berikutnya adalah tahap after care yang merupakan tahap akhir dari keseluruhan program. Pada tahap ini para eks pemakai dianggap telah mampu kembali ke lingkungannya. Mereka tak lagi harus tinggal di tempat rehabilitasi, tetapi bisa memilih tinggal di rumah atau menjadi penghuni di tempat rehabilitasi. Mereka yang tinggal di rumah rehabilitasi diwajibkan untuk mempunyai kegiatan sekolah atau bekerja di luar.

Narkotika memang bukan main-main.

"Bahkan sekalipun seseorang sudah berhenti memakai dua tahun, lima tahun atau sepuluh tahun, bukan tidak mungkin suatu ketika akan tergelincir," kata Faisal.

Dia mengibaratkan penyakit adiksi narkotika ini seperti penyakit diabetes yang tidak bisa disembuhkan, tetapi bisa dijaga.

1 komentar:

  1. Yth.Para Pemerhati Masalah NARKOBA,
    Hampir 15 tahun kami mencoba meneliti hal ikhwal NARKOBA dan Dampak serta cara penanganan Detoksifikasi-nya.
    Berbeda dengan Detox secara MEDIS,kami menerapkan cara penanganan THERAFY Pusat Kendali SYARAF Pengguna & Korban Narkoba. Terbukti,hanya dengan 9 kali Therafy yang hanya berlangsung selama5 Menit setiap therafy-nya,Alhamdulillah penderita sudah bisa terbebas dari ketergantungan OBAT HARAM tersebut.
    Kamipun tidak mau main-main dengan masalah ini, dan tarif-pun kami tetapkan tidak MURAH,semata karena metoda tersebut sangat cepat dan TEPAT tanpaefek samping, sehingga tidak kami harapkan dipakai sebagai ajang UJI COBA dan permainan para pengguna,seandainya kami tetapkan dengan tarif MURAH. Namun demikian,kami anggap biaya yang kami tetapkan tidak seberapa apabila dibandingkan dengan Biaya yang harus dikeluarkan manakala terjadi kegagalan DETOX secara MEDIS secara berulangkali,belum termasuk biaya Extra andaikata YBS terkena kasus HUKUM yang seringkali menjeratnya.

    TANDA KEBERHASILAN : Setelah Therafy Awal,penderita akan merasakan Nyamannya TIDUR yang selama itu tidak pernah didapatkannya,rasa LAPAR yang selama itu tidak pernah dirasakannya, serta lancarnya BAB atau BAK tanpa obat pencahar.

    HUBUNGI SEGERA ; BLOOD & NEURO CLINIC (BNC)
    Ir.Piet Supardi Suryadi,IPU (Alumni Dep.ELEKTRO TEHNIK ITB - Angkatan 1974),HP:08161922329 (by SMS)atau datang langsung ke : BNC - Jl.Melati 9 No.5, Duren Sawit-Jakarta Timur.

    BalasHapus